Puji LaNyalla, Din Syamsuddin Sebut Akar Masalah Bangsa Adalah Kediktatoran Konstitusional
JAKARTA – Ketua Dewan Nasional Pergerakan Indonesia Maju, Din Syamsuddin, memuji Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, dalam Dialog Kebangsaan ‘Mencari Solusi Permasalahan Negara dan Bangsa’.
Kegiatan yang merupakan kerja sama DPD RI dan Gerakan Bela Negara, dilaksanakan di Ruang Sriwijaya, Gedung B, Komplek Parlemen Senayan, Senin (14/3/2022).
Pada kesempatan itu, Din Syamsuddin menyebut akar masalah bangsa ini adalah kediktatoran konstitusional.
“Masalah besar bangsa ini dalam politik, terjadi kristalisasi dan penguatan kediktatoran konstitusional. Seolah-olah berbasis konstitusi, tapi yang terjadi adalah kediktatoran,” tegas Din Syamsuddin.
Dikatakannya, istilah kediktatoran konstitusional paralel dengan sentralisme demokrasi. Di mana, proses pengambilan keputusan strategis, termasuk dalam penyusunan undang-undang banyak tak memenuhi persyaratan.
Menurut Din Syamsuddin, bangsa Indonesia tengah didera masalah yang tidak sekadar masalah, namun sangat kompleks dan complicated.
Di berbagai platform media sosial, Din menyebut banyak masyarakat yang sudah mengutarakan sejumlah persoalan secara mikro strategis.
“Tapi saya ingin mengangkat dan melihatnya dalam konteks makro strategis. Antara lain gejala perpecahan di tubuh bangsa dan ada gelagat perpecahan bangsa secara sengaja dalam sebuah rekayasa sosial politik yang mungkin tidak disengaja atau disengaja,” papar Din.
“Dia hanya memimpin untuk dirinya sendiri dan untuk kelompoknya sendiri. Terjadi politik mengenyahkan, apalagi kaum kritis. Ini sangat berbahaya bagi bangsa majemuk,” ujar Din Syamsuddin.
Narasumber lainnya, Amien Rais, mantan politikus Partai Amanat Nasional yang mendirikan Partai Ummat, menyebut akar masalah nasional berasal dari Istana.
Menurutnya, solusi dari masalah ini adalah Presiden Jokowi berhenti dari jabatannya. Meski demikian, Amien menilai masih ada jalan perbaikan.
“Sebenarnya Jokowi bisa putar haluan perbaiki kondisi, pimpin negara ini secara mandiri. Tapi saya tidak harapkan itu,” ujar Amien Rais sambil terkekeh.
Kondisi bangsa ini, menurut Amien, sudah sangat dipengaruhi oleh kepentingan kapitalis atau oligarki. Pemerintah menjaga kepentingan Mafia Taipan Cukong, yang disebutnya MTC.
“Kita melihat saat ini utang luar negeri yang semakin tinggi, korupsi semakin dahsyat, kemudian kita lihat siapa yang diuntungkan oleh berbagai proyek mercusuar pemerintah. Jokowi dengan kekuatannya bisa mewujudkan apa pun yang diinginkan. Saya menduga ini semua untuk MTC itu,” ujarnya.
Amien melanjutkan, pemerintahan Jokowi telah melakukan ‘pembunuhan’ di negara ini.
Menurutnya, pemerintah telah melakukan ekosida, atau mengeksploitasi lingkungan dan sumber daya alam secara masif.
Amien Rais mengatakan, pemerintah telah melakukan genosida. Hal ini dapat dilihat dari jumlah kematian Covid-19.
Ketiga pemerintah telah melakukan Demosida, yaitu pembunuhan demokrasi.
“Kita lihat DPR, MPR semua sudah menjadi yes man. Semuanya setuju dengan kemauan pemerintah. Oleh karena itu kalau rezim ini tidak dihentikan, artinya kita lakukan bunuh diri nasional,” imbuh dia.
Makanya, Amien menegaskan tidak boleh ada wacana untuk menambah jabatan presiden satu periode lagi.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum Gerakan Bela Negara, Brigjen TNI (Purnawirawan) Hidayat Purnomo mengatakan saat ini dunia tengah memasuki fase perang asimetris. Maka, dalam situasi tersebut, ia meminta kepada pemerintah untuk tak membiarkan masyarakat menyelesaikan problematika yang dihadapinya sendiri.
“Negara harus hadir di tengah-tengah masalah yang dihadapi rakyat. Kalau rakyat dibiarkan menyelesaikan masalahnya sendiri, maka akan terjadi anarkisme. Begitu anarkis, maka itu kesempatan pihak lain untuk intervensi bangsa ini,” tegas dia.
Hidayat menegaskan, untuk mengurai problematika bangsa, maka solusinya adalah kembali kepada UUD 1945. “Bung Karno bilang silahkan sempurnakan, bukan diubah. Kalau ada tambahan, silakan masukkan ke dalam adendum,” kata dia.
Ia menyarankan agar seluruh tokoh bangsa, baik di dalam maupun di luar parlemen untuk bisa berkumpul, duduk bersama merumuskan arah perjalanan bangsa ke depan. “Duduk satu meja untuk mengatasi kesulitan bangsa ini,” kata dia.
Narasumber lainnya, Guru Besar Ilmu Hukum dan Masyarakat Universitas Diponegoro, Profesor Suteki menegaskan jika akar masalah dari segala persoalan bangsa lantaran para pemimpin negeri khianat terhadap ideologi negara.
“Akar dari semua masalah ini karena kita khianat dari ideologi. Indonesia itu tempat lahirnya peradaban dunia yang disebut Nusantara. Ini yang dikaitkan dengan pendapat Plato yang menggambarkan surga yang beriklim tropis dengan kekayaan dan peradaban. Ciri tersebut tidak lain adalah Indonesia,” ujar Prof Suteki.
Menurut dia, Indonesia tak kekurangan cerdik pandai untuk dapat mengarahkan jalanya pemerintahan ke arah yang dicita-citakan. Namun, kata dia, yang terjadi justru para pemimpin negeri minim komitmen, utamanya dalam menjalankan roda pemerintahan sesuai ideologi. “Miskin komitmen yang dijiwai oleh ideologi. Kita lebih menjadi politikus, miskin negarawan. Politisi itu mengedepankan kepentingan pragmatis lima tahunan, negarawan memikirkan bangsa dan masa depan,” ucapnya.
Dikatakannya, dalam konstitusi tak ada sama sekali diksi tentang penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan Presiden. “Loh, sekarang kok pemilu mau ditunda. Kalau pemilu ditunda, artinya ada perpanjangan masa jabatan Presiden. Saya kira solusi atas seluruh masalah bangsa adalah kembali kepada UUD 1945 dan Pancasila,” tegas Prof Suteki.
Hadir dalam kesempatan itu , hadir Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti yang didampingi Senator Anggota DPD RI, Staf Khusus Ketua DPD RI Sefdin Syaifuddin, Togar M Nero dan Brigjen (Pol) Amostian, Sekjen DPD RI Rahman Hadi dan Deputi Administrasi DPD RI Lalu Niqman Zahir.
Hadir pula Ketua Dewan Syuro Partai Ummat Profesor Amien Rais, Ketua Dewan Nasional Pergerakan Indonesia Maju Profesor Din Syamsuddin, Guru Besar Ilmu Hukum dan Masyarakat Universitas Diponegoro Profesor Suteki, Ketua Umum Gerakan Bela Negara Brigjen TNI (Purnawirawan) Hidayat Purnomo dan para pegiat dan pemerhati konstitusi.(*)